Permasalah Pada Jaringan 5G Yang Gagal Di Rilis

Setelah sukses dengan jaringan 4G dan 4,5G dengan kecepatan internet yang bisa di bilang sudah memuaskan lah, dalam beberapa dekade terakhir ini memang banyak di beritakan mengenai jaringan yang lebih mutakhir lagi sebagai generasi penerus jaringan tersebut yakni 5G, di kabarkan pada sebuah konferensi pers pada tahun 2019 lalu yang di jabarkan oleh International Telecomunication Union atau di singkat (ITU) mereka telah memutuskan mengenai jaringan 5G ini yang harus di jalankan pada frekuensi 24,25 dan 27,5 Gigahertz.

Banyak polemik yang terjadi terkait jaringan 5G tersebut, karena pada frekuensi dalam operasional jarigan 5G, di karenakan jaringan tersebut hanya terpaut  dengan lebar spektrum 0,25 Gigahertz dengan ditunjukkan oleh spektrum tersebut bersinggungan dengan pembacaan data pada uap air pada atmosfer yang biasanya di ukur menggunakan satelit cuaca untuk melihat kinerjanya.

Dimana untuk menemukan data perkiraan sendiri dengan menggunakan  analisa berdasarakan kadar uap air yang berada pada atmosfer, yang semula adalah air yang kemudian menguap menjadi air uap ataupun gas, hal tersebut yang di perlukan untuk memprediksi perkiraan cuaca pada suatu tempat tertentu dengan kinerja jika uap tersebut mendingin maka terbentuklah awan yang kemudian bisa berpotensi untuk menjadi hujan dengan berbagai statement mengenai perkiraan cuaca hingga mendatang.

Pada pancaran frekuensi pada jaringan seluler tersebut  pada kisaran 24 Gigahertz dan mempunyai kemungkinan akan mengalami perlebaran jaringan karena setiap pemancar pasti mentransmisi dengan lebar tertentu pada suatu jaringan, hal tersebutlah yang hingga kini belum terpecahkan solusinya karena frekuensi tersebut akan berinterfensi dengan jaringan spektrum di bawahnya berdasarkan keterangan Dr. Clemens Simmer selaku dari profesor Meterologi Pada Universitas Bonn di Jerman.

Di samping itu juga radiasi yang terjadi pada uap air amatlah sangat rendah hal tersebut yang lantaran membuat pengukuran serta pembacaan data dari prediksi cuaca dengan uap tersebut akan kacau dan tidak akurat tentunya karena oleh faktor pencemaran dari sinyal ponsel.

Berdasarkan pernyataan dari Badan Antaruiksa  (ESA) dan juga raksasa NASA, dengan satelit yang mereka operasikan tersebut dapat membaca sebuah data dari uap air yang tidak kasat mata sekalipun, sehingga sangat canggih dan akurat. Apabila di cemari oleh simyal tersebut semisal ada bencana pada suatu daerah tidak bisa untuk di prediksi terlebih dahulu. Misal : angin topan, badai besar, hujan lebat yang berpotensi untuk banjir serta cuaca lainnya yang lain yang di kehendaki dapat di bilang akurat berdasarkan data uap tersebut, apabila terkontaminasi dengan sinyal dari jaringan 5G kalian tentu tahu sendiri bukan akan seperti apa jadinya.